Terlepas dari kemelut yang dihadapi BPJS Kesehatan yatu defisit anggaran dari tahun ke tahun dan defisit untuk tahun 2018 diperkirakan sebesar Rp 16,5 triliun, serta berbagai kritikan pedas yang menerpa kinerja BPJS Kesehatan, saya sebagai masyarakat merasakan langsung manfaat BPJS Kesehatan.
Saya sering mengalami infeksi telinga sejak saya masih anak-anak
sampai dengan tahun 2014. Penyebab infeksi telinga saya dikarenakan saya sering
membersihkan telinga dengan cotton bud dan juga menggaruk telinga yang gatal
dengan memasukkan jari ke dalam telinga, dan juga dikarenakan alergi yang terus
menerus yang juga menyerang telinga saya.
Sebelum saya di operasi, hampir tiap tahun saya mesti berobat ke
dokter THT. Saya mulai jarang berobat ke dokter THT setelah saya tamat SMU
sampai telinga saya kambuh kembal di tahun 2004. Kondisi telinga saya yang
infeksi cukup parah sehingga saya berobat ke dokter THT di suatu Klinik swasta.
Saya datang dua Kali seminggu ke dokter THT tersebut untuk mengobati ke dua
telinga saya yang infeksi pada waktu itu. Selama dua bulan saya mengobati
telinga saya kemudian telinga kiri saya akhirnya sembuh, tinggal telinga kanan
saja yang masih harus tetap di kontrol ke dokter ThT.
Bertahun-tahun saya selalu berobat ke dokter THT dikarenakan
telinga saya hampir tiap tahun kambuh infeksinya. Dokter selalu memberikan obat
antibiotik dan obat tetes telinga dan mengatakan gendang telinga saya sudah
sobek dan sobeknya sudah besar jadi tidak boleh basah. Dokter hanya mengatakan
seperti itu dan tidak menjelaskan lebih detail tentang telinga saya.
Bulan Oktober tahun 2014, saya mendengar nama seorang dokter,
Sp.T.H.T.K.L (K) FICS yang sangat ahli untuk kasus seperti saya, akhirnya saya
memutuskan untuk berobat ke dokter tersebut, dan menurut dokter, telinga
sebelah kanan saya harus dioperasi untuk mengganti gendang telinga saya yang
sobek dikarenakan sobeknya sudah parah dan dalam sehingga tidak bisa menutup
lagi dan juga untuk membersihkan nanah-nanah akibat infeksi yang ada di dalam telinga.
Saya harus melakukan operasi karena jika tidak di operasi menurut dokter tulang
pendengaran telinga saya lama ke lamaan terkikis habis dan mengakibatkan tuli,
bisa terserang vertigo, meningitis dan sebagainya.
Pada waktu itu saya belum mendaftar BPJS Kesehatan karena
perusahaan dimana saya bekerja belum memasukkan karyawannya ke BPJS Kesehatan,
jika karyawan sakit bisa diklaim biaya berobatnya tapi hanya setengah dari biaya
berobat yang diganti dan itupun ada plafonnya pertahun. Dikarenakan plafon
biaya berobat saya sudah hampir habis sementara saya harus operasi maka sayapun
memutuskan mendaftar BPJS Kesehatan.
Saya mendaftar BPJS Kesehatan Pribadi akhir bulan Oktober 2014,
pada waktu itu untuk mendaftar BPJS Kesehatan hanya memerlukan 1 hari sudah
mendapatkan kartu BPJS. Saya mendaftar BPJS Kesehatan pada waku itu pada hari
Jumat, hari Seninnya sudah dpakai berobat, jadi sya sangat terbantukan dengan
kemudahan pendaftaran BPJS Kesehatan.
Faskes tingkat pertama saya pilih Puskesmas. Saya akan di operasi
di Rumah sakit umum tipe A, maka setelah membuat rujukan dari Faskes tingkat
pertama, saya harus meminta rujukan dari Rumah sakit tipe B dulu baru kemudian
saya bisa berobat di Rumah sakit tipe A.
Setelah menunggu selama 1 tahun dan melalui rangkaian proses
pengecekan medis yang dialkukan berulang-ulang karena lamanya jadwal operasi,
sementara hasil pengecekan medis itu ada batas waktunya. Akhirnya saya bisa di
operasi Bulan Februari tahun 2016. Saya menunggu selama 1 tahun untuk operasi dikarenakan
harus mengantri giliran untuk operasi karena yang di prioritaskan pasien dengan
kondisi lebih parah dari saya, dan pasien yang mengantri untuk di operasi
dokter THT yang menangani saya, sangat banyak. Walaupun begitu saya tidak
protes karena saya mengerti dengan banyaknya pasien yang harus dioperasi.
Walaupun setelah
operasi saya jarang berobat, tapi saya
melihat BPJS Kesehatan terus melakukan pengembangan program-programnya dan juga
melakukan banyak perbaikan dalam pelayanannya sehingga semakin mempermudah
pasien BPJS Kesehatan untuk berobat
Salah satu program baru BPJS
Kesehatan yang dikembangkan bertajuk rujukan online. Program ini
ditujukan untuk mengurus proses rujukan pasien dari Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjur (FKRTL) dengan
menggunakan sistem digital. Program digitalisasi
pelayanan ini dapat mengoptimalkan pelayanan kesehatan di RS dan mengurangi
antrean pasien.
Input data
peserta BPJS Kesehatan agar terdaftar di sistem rujukan online dilakukan oleh
petugas di FKTP saat pasien diperiksa dan dinyatakan memerlukan tindakan rujuk
ke faskes yang lebih besar. Data identitas dan informasi riwayat kesehatan
pasien akan dimasukkan oleh petugas ke dalam sistem. Kemudian petugas juga yang
akan membuatkan rujukan bagi pasien yang bersangkutan menggunakan sistem yang
sudah ada. Untuk itu, bukan hanya pasien yang di data untuk program ini, faskes
juga diminta untuk senantiasa melengkapi dan memperbarui data kompetensi dan
sarana melalui aplikasi Health Facilities Information
Program rujukan online di lapangan sudah uji
coba dari tanggal 15 Agustus 2018 – 15 Oktober 2018. Selama uji coba tersebut
pihak BPJS Kesehatan senantiasa melakukan evaluasi. Dari hasil evaluasi tersebut, BPJS Kesehatan menemi
beberpa hal yang perlu disempurnakan, seperti penetapan mapping menjadi lebih pas,
dengan menyesuaikan antara faskes tingkat pertama yang mengirim rujukan dan
faskes yang menerima rujukan fasilitas kesehatan, kesesuaian data
kapasitas oleh rumah sakit, dan proses sosialisasi yang masih perlu terus
dioptimalkan, baik kepada stakeholder maupun
peserta JKN-KIS.
Saya berharap program rujukan online ini setelah mengalami
evaluasi dan perbaikan dapat benar-benar diterapkan.
No comments:
Post a Comment