Monday, November 5, 2012

Hanya Sebuah Kesempatan, Penerimaan Dan Kepercayaan yang Mereka Butuhkan





Tidak seorangpun di dunia ini yang menginginkan lahir dari keluarga miskin semuanya menginginkan lahir dari keluarga yang berkecukupan ataupun sejahtera.  Tetapi sayangnya kita tidak bisa memilih siapa yang menjadi orang tua kita dan yang menjadi keluarga kita.  Bagi anak-anak yang lahir dari keluarga miskin pastilah hidupnya lebih berat dari anak-anak yang keluarganya berkecukupan.  Anak-anak dari keluarga miskin ini mungkin dipaksa untuk membantu orang tuanya untuk bekerja.  Maka tidak heran lagi kalau sehari-hari kita melihat banyak anak - anak yang menjadi pengamen dan pengemis di jalan.

Reaksi kita melihat anak-anak ini pun bermacam-macam, mulai dari acuh atau kurang perduli karena kita mengganggap anak-anak yang menjadi pengemis dan pengamen itu sudah merupakan suatu hal yang lumrah sehingga kitapun menjadi terbiasa akan hal itu.  Ataupun kita merasa kasihan tetapi tidak mampu berbuat apa-apa sehingga kita hanya bisa memberi uang sekedarnya untuk anak-anak tersebut.  Atau kita justru marah dan cenderung menyalahkan pemerintah yang menurut kita kurang memperhatikan nasib dan masa depan anak-anak miskin tersebut, tetapi kita sendiripun tidak melakukan tindakan apa-apa untuk menolong anak yang miskin tersebut.

Seperti halnya anak-anak yang miskin tadi, apa yang dihadapi oleh kaum difabel ini juga cukup berat selain mereka juga harus berusaha mengatasi keterbatasan mereka, mereka juga harus menghadapi lingkungan sosial yang masih cenderung bersikap negatif terhadap mereka. Ejekan, penolakan-penolakan mungkin sudah sering mereka terima.  Mereka juga sering kali mengalami perlakuan diskriminatif di dalam mencari pekerjaan karena kekurangan atau keterbatasan mereka.  Kalau mereka bisa memilih mereka juga tidak menginginkan tubuh mereka memiliki keterbatasan tetapi itu semua diluar kemamampuan mereka dan mereka juga belajar untuk menerima itu.  Kitapun harus belajar menerima kaum difabel tersebut tanpa harus “mengasihani” mereka dan kita tidak boleh bersikap negatif terhadap mereka dan juga meremehkan kemampuan mereka.

Kalau saya sendiri ketika melihat anak-anak yang menjadi pengamen ataupun pengemis di jalan ataupun kaum difabel yang masih sering mengalami diskriminatif dalam segala hal merasa sangat terenyuh tetapi saya merasa tidak mampu berbuat apa-apa untuk mereka. Saya hanya bisa memberikan uang sekedarnya  untuk anak-anak miskin tersebut yang sama sekali tidak ada artinya menurut saya ataupun saya hanya bisa menunjukkan empati saya untuk kaum difabel tersebut. 


Ya, saya adalah bagian dari banyak orang yang cuma memiliki belas kasihan dan empati tapi kurang tahu bagaimana cara menolong dengan tindakan nyata.  Ataupun mungkin sebenarnya saya tahu tapi saya masih menunggu sampai saya mempunyai kekuatan, kekuasaan, kedudukan ataupun uang maka saya baru dapat menolong mereka.  Hal itu mungkin suatu alasan yang saya bangun tanpa sadar untuk membenarkan tindakan saya ketika saya tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolong mereka. 

Hati anak-anak miskin dan kaum difabel ini mungkin banyak yang menjerit  kepada Tuhan supaya mereka diberikan malaikat penolong untuk dapat mengeluarkan mereka dari kemiskinan dan keluar dari keadaan sulit yang mereka alami.  Oleh karena itu anak-anak miskin dan kaum difabel ini butuh kesempatan sama seperti orang lain.  Kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan keterampilan atau keahlian yang membuat mereka nantinya dapat bekerja dan mandiri.  Kesempatan untuk bekerja dan berprestasi, kesempatan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tanpa dipandang remeh.  Tetapi terkadang kesempatan itu tidak datang dengan mudah karena banyak orang yang berbelas kasihan dan berempati tetapi sedikit orang yang akhirnya memberikan aksi nyata untuk menolong mereka.  Orang-orang yang memberikan aksi nyata untuk menolong anak-anak miskin dan kaum difabel ini, merekalah yang bisa disebut sebagai orang-orang yang perduli. 


Jimmy Pham,adalah salah satu orang yang perduli dengan nasib anak-anak miskin yang ada di Vietnam.  Oleh karena keperduliannya tersebut maka Jimmy Pham membuka restoran yang bernama KOTO
di Ho Chi Minh City dan memberikan kesempatan kepada anak-anak muda dari keluarga miskin tersebut untuk bekerja dan mengikuti pelatihan selama 2 tahun.  Di dalam pelatihan tersebut mereka tidak hanya di latih dalam hal layanan indusri makanan saja tetapi juga mereka belajar bahasa Inggris dan bermain sepak bola,serta mengikuti 36 lokakarya dengan topik beragam mulai dari keuangan sampai pendidikan seks, seperti yang diberitakan VOA Indonesia tertanggal 22 Oktober 2012  yang berjudul Restoran di Vietnam Rangkul Anak Jalanan.
Berkat Jimmy Pham, banyak anak-anak muda miskin yang masa depannya terselematkan.
 
Tidak hanya restoran KOTO yang menunjukkan keperduliannya untuk menolong anak-anak muda yang miskin, restoran Atfaluna juga perduli dengan kaum difabel seperti tuna rungu.  Restoran Aftaluna adalah sebuah restoran yang berada di Kota Gaza, Palestina yang dikelola sepenuhnya oleh orang tuna rungu dan memiliki staff orang tuna rungu Restoran ini dibuka dengan tujuan untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dimana kelompok difabel dapat mewujudkan potensi mereka secara penuh, seperti seperti yang diberitakan VOA Indonesia tertanggal  19 Oktober 2012  yang berjudul Restoran di Gaza Dikelola Pekerja Tuna Rungu. Kaum tuna rungu yang tadinya kurang percaya diri dalam bekerja menjadi lebih percaya diri karena kesempatan dan kepercayaan kepada mereka bahwa mereka juga dapat bekerja dengan baik dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka.  Mereka juga lebih percaya diri dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain. Kesempatan yang diberikan Restoran KOTO kepada anak-anak yang miskin dan juga Restoran Atfaluna kepada kaum difabel merupakan suatu contoh nyata dari tindakan keperdulian yang langsung mengenai sasaran.  Kesempatan ini juga membuat mereka kembali bisa mempunyai mimpi dan mewujudkan mimpi-mimpi mereka sama seperti orang lain.

Sangat baik sekali jika di Indonesia banyak orang tergerak dapat melakukan hal yang sama sehingga kesempatan untuk anak-anak miskin dan kaum difabelpun dapat semakin meningkat dan kehidupan mereka pun menjadi lebih baik.

Rasa belas kasihan, empati itu baik tapi lebih baik lagi kalau dapat mewujudkan rasa empati itu dengan tindakan nyata untuk menolong mereka.  Tetapi pertolongan yang paling mereka butuhkan adalah sebuah penerimaan, kesempatan dan kepercayaan karena dengan hal tersebut mereka merasa dihargai dan dipercaya bahwa mereka bisa seperti orang lain yang mempunyai cita-cita dan mimpi dan berusaha untuk dapat mewujudkan cita-cita dan mimpi mereka tersebut.

No comments:

JUMP MENU

Jump Menu
!--Page Navigation Start-->