Pada saat Munir Said Thalib meninggal dunia, semua media sangat gencar memberitakan
kematian Munir, dan penduduk Indonesia pun pada saat itu banyak yang mengikuti
beritanya dan juga Kematian Munir sempat menjadi topik pembicaraan yang hangat
pada saat itu dikalangan masyarakat. Sayapun termasuk salah seorang yang
lumayan mengikuti beritanya. Pada saat
itu yang timbul dalam benak pemikiran saya, kematian Munir ini seperti cerita
dalam novel ataupun film saja karena saya teringat akan sebuah film yang pernah
saya tonton dan juga novel yang pernah saya
baca dimana seseorang juga dibunuh dan menjadi korban dari sebuah kekuasaan pemerintah. Dan pembunuhannya terencana dan teroganisir
dengan baik karena dilakukan oleh orang-orang yang profesional dan mempunyai
kekuasaan. Tapi kisah kematian Munir ini
bukan cerita fiktif tapi kisah nyata yang terjadi, dimana Munir adalah seorang
aktivis HAM yang dibunuh oleh konspirasi kekuasaan pemerintah yang tidak setuju
dengan sepak terjang Munir yang senantiasa gigih memperjuangkan Hak Asasi
Manusia dan juga sangat vokal dalam menyuarakan pembelaan terhadap hak asasi
manusia, mulai dari menyelidiki aktivis HAM yang diculik, penembakan mahasiswa
di Semanggi tahun 1998 – tahun 1999, penyelidikan pelanggaran HAM di
Timor-timur tahun 1999, dan masih banyak lagi yang diperjuangkan Munir dalam
membela Hak Asasi Manusia. Dan dari
kasus-kasus yang diselidiki oleh Munir tersebut banyak melibatkan oknum-oknum atau
Lembaga-lembaga pemerintahan sebagai pelanggar HAM tersebut.
Akhirnya Sepak terjang Munir terhenti pada waktu usianya masih muda dan
produktif yaitu 38 tahun dimana Munir meninggal dunia pada tanggal 07 September
2004 di dalam pesawat Garuda dalam penerbangan menuju belanda akibat diracun
dengan racun arsenikum. Walaupun kasus
Munir diselidiki dan pengadilan berhasil memvonis seorang Pilot Garuda yaitu Pollycarpus
Budihari Priyanto dengan 20 tahun penjara
dan mantan
direktur utama PT Garuda Indonesia, Indra Setiawan, dengan hukuman 1 tahun
penjara atas pembunuhan Munir
tapi yang menjadi otak pembunuhan tersebut sampai sekarang masih belum
terungkap. Walaupun saya bukan orang hukum
tapi menurut saya Pollycarpus hanyalah kambing hitam dari sebuah konspirasi
yang melibatkan pejabat-pejabat tinggi dan kekuasaan politik karena menurut
saya Pollycarpus tidak mempunyai motif untuk membunuh Munir kecuali jika ada
permintaan dari pihak lain yang mungkin beserta dengan ancaman, paksaan ataupun
dalam bentuk lainnya.
Sudah delapan tahun berlalu sejak kematian Munir, tapi istri Munir,
Suciwati bersama Komite Aksi Solidaritas
untuk Munir (Kasum) tidak pernah menyerah untuk mengusut tuntas pembunuhan
Munir dan terus mendesak agar kasus
pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalid diungkap hingga tuntas seperti yang ditulis dalam berita VOA tertanggal
04 September 2012 berjudul Kasus
Pembunuhan Munir Harus Diungkap Secara Tuntas.
Saya sependapat dengan ketua Tim Legal Komite Aksi Solidaritas Untuk munir
yang mengatakan bahwa presiden kita harus bertanggung jawab untuk menuntaskan
kematian Munir karena Presiden adalah pemegang kekuasaan yang mempunyai kuasa
dan wewenang untuk mengusut tuntas kematian Munir tersebut. Sebenarnya kalau memang kasus pembunuhan
Munir itu mau dituntaskan tidak perlu berlarut-larut untuk mengetahui siapa dalang
dari pembunuhan Munir karena saya yakin polisi ataupun tim investigasi yang
menyelidiki pembunuhan Munir semuanya ahli dan profesional di bidangnya
masing-masing. Dan dari bukti-bukti yang berhasil diperoleh dalam penyelidikan tersebut sebenarnya sudah mengarah kepada siapa yang
menjadi dalang atau otak pembunuhan Munir tersebut. Yang menjadi masalah adalah bukan ketidakmampuan
para aparat hukum kita untuk menuntaskan kasus tersebut tetapi karena adanya
intervensi dari oknum-oknum atau lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait
dengan kasus tersebut dan memang tidak menginginkan kasus tersebut untuk
terungkap karena kasus ini melibatkan kekuasaan politik tingkat tinggi.
Masalah HAM sebenarnya sudah diatur di dalam pembukaan UUD 1945 karena itu Pembukaan UUD 1945 merupakan piagam HAM di Indonesia, karena seluruh alinea
Pembukaan UUD 1945 memuat hak-hak asasi manusia. Tetapi
banyak sekali pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dan bukan hanya itu
saja aktivis-aktivis yang membela dan memperjuangkan HAM ikut dibungkam. Kalau demikian UUD 1945 seperti hanya
merupakan undang-undang dasar pemanis saja artinya supaya kita dinilai dari
luar oleh negara-negara lain sebagai bangsa yang bermartabat dan bermoral dan
juga menjunjung tinggi HAM padahal kenyataannya kita adalah bangsa yang sama
sekali kurang menjunjung HAM.
Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 dinyatakan Negara kita adalah negara hukum
yang artinya bahwa setiap orang tidak kebal terhadap hukum dan itu artinya
hukum yang berlaku di Indonesia seharusnya tidak pandang bulu, siapapun itu,
apapun jabatannya ataupun kekuasaannya jika melanggar hukum tetap harus di hukum. Tapi pada kenyataannya tidak seperti itu. Yang
terjadi justru siapa yang punya kekuasaan dan uang, dia yang menang dan ini
menunjukkan bahwa Negara dalam hal ini pemerintah tidak dapat melindungi warga
negaranya, padahal perlindungan kepada warga negara adalah salah satu tujuan
Negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Saya sebagai warga negara Indonesia tentu
saja sangat prihatin dengan kondisi negara kita yang tidak dapat melindungi
warganya.
Seorang Pemimpin negara dalam hal ini Presiden mempunyai pengaruh yang luar
biasa bagi negara yang dipimpinnya, jadi kondisi dan perkembangan negara
tergantung kepada siapa yang menjadi Pemimpin negara tersebut. Saya teringat dengan Presiden Amerika Abraham
Lincoln yang pada awal kepemimpinannya dinilai lamban dalam mengatasi masalah penghapusan perbudakan di Amerika dan akhirnya Abraham Lincoln membuat suatu proklamasi pembebasan budak dan
membuatnya menjadi pemimpin yang dicintai rakyatnya dan dikenal oleh seluruh
dunia. Atau seperti Hitler yang
merupakan Presiden Jerman yang memiliki kepemimpinan otoriter yang kejam dan
dikenal dunia karena membantai berjuta-juta orang keturunan Yahudi. Walaupun Hitler adalah pemimpin yang kejam dan
otoriter tapi dia punya ketegasan dan wibawa sampai bisa ditakuti dan dituruti
perintahnya oleh anak buahnya. Maksud
saya menceritakan dua orang contoh pemimpin di atas, tidak bermaksud untuk
membandingkan tapi saya hanya menunjukkan bahwa karakter pemimpin di dalam
memimpin negaranya itu mempunyai peranan penting di dalam menentukan masa depan
negaranya.
Oleh karena itu menurut saya Presiden harus dapat bersikap tegas dalam menyelesaikan
kasus munir karena Beliau punya kekuasaan dan wewenang yang dapat memerintahkan
kepada lembaga-lembaga terkait untuk mengusut tuntas kasus Munir dan juga Beliau
adalah seorang Kepala Negara yang telah disumpah untuk menjalankan
tugas-tugasnya sebagai Presiden sebaik mungkin sesuai dengan UUD 1945. Dan saya yakin kalau Presiden kita dapat
bersikap tegas maka kasus Munir dapat terselesaikan. Dan tidak hanya itu saja tapi masyarakat
Indonesiapun juga percaya bahwa pemerintah Indonesia dapat melindungi Hak-hak
asasi warga negaranya sehingga setiap warga negara dapat merasa aman termasuk untuk
menyampaikan aspirasinya tanpa harus takut mengalami hal serupa Munir.
No comments:
Post a Comment